RSS

Arsip Kategori: TAKFIR

Beda Salafi dengan Takfiri

Oleh Ustadz Aris Munandar

Mengingat kemunculan Khawarij itu bersifat terus menerus hingga kemunculan Dajjal dan hakikat senyatanya dari diri mereka di berbagai masa dan daerah tidaklah diketahui oleh sebagian kaum muslimin sehingga sebagian orang Islam beranggapan bahwa Khawarij itu berada di atas kebenaran. Sebagaimana sebagian orang yang hidup di masa salaf tidak mengetahui hakikat mereka yang senyatanya. Karena itu suatu hal yang vital adalah upaya membedakan antara mereka para Khawarij dengan para pengikut Salaf Shalih. Terlebih lagi opini yang dibuat media massa yang memiliki berbagai pandangan, tendensi dan pengetahuan sangat mempengaruhi banyak orang. Kita saksikan bahwa media tidak bisa membedakan antara salafi dengan takfiri [baca: khariji] yang ini tentu saja sangat merusak citra dakwah salafiyyah. Akibatnya takfiri khariji yang menyimpang dari dakwah salafiyyah dinilai sebagai salafi. Pemikiran dan tindakan takfiri khariji pun dinilai sebagai bagian dari dakwah salafiyyah. Kondisi ini menuntut kita untuk menegaskan perbedaan antara dakwah salafiyyah dengan dakwah yang diusung oleh Khawarij yang main vonis kafir seenaknya.

Pertama, ulama kontemporer yang dijadikan sebagai rujukan. Terdapat perbedaan yang nyata antara salafi dengan takfiri dalam masalah ini. Rujukan salafi dalam memahami al Qur’an dan sunnah Nabi di samping berbagai riwayat dari ulama salaf dan pemahaman ulama terdahulu adalah penjelasan para ulama besar di zaman ini semisal Ibnu Baz, Al Albani, Ibnu Utsaimin, Lajnah Daimah KSA, Syaikh Abdul Muhsin al Abbad dan para ulama lain yang meniti jejak para ulama tersebut.

Sedangkan takfiri tokoh kontemporer yang mereka jadikan sebagai rujukan adalah Sayyid Qutb, Muhammad Qutb, Abu Muhammad al Maqdisi, Abu Qatadah al Falistini, Abu Bashir ath Thurthusi dan orang-orang yang sejalan dan satu pemikiran dengan mereka-mereka.
Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada September 7, 2011 inci SALAFIYAH, TAKFIR

 

MENGKAFIRKAN TANPA SADAR

MENGKAFIRKAN TANPA SADAR

Oleh : Abu Abdurrahman bin Thoyib As-Salafi

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang ciri-ciri Khawarij : “Akan muncul di akhir zaman sekelompok orang yang masih ingusan dan bodoh. Mereka membaca al-Qur’an, namun iman mereka tidak sampai kepada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya anak panah dari sasarannya. Dimana saja kalian bertemu mereka, maka bunuhlah mereka karena dalam pembunuhan tersebut ada pahala bagi orang yang membunuhnya pada hari kiamat”. [HR. Bukhari 6930]

Diantara ciri Khawarij juga, adalah apa yang disebutkan oleh para ulama, bahwa mereka sering membawakan sebuah ayat al-Qur’an dan ditafsirkan menurut hawa nafsu dan kebodohan mereka, ayat itu adalah “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah : 44]

Inilah ucapan para ulama tentang hal diatas :

1. Imam al-Hafiz Abu Bakar Muhammad bin al-Husein al-Ajurri Radhiyallahu ‘anhum berkata : “Diantara syubhat Khawarij adalah firman Allah Azza wa Jalla : “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah : 44] Mereka membacanya bersama firman Allah : “..namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka”.(QS. Al-An’am : 1). Apabila mereka melihat seorang penguasa yang tidak berhukum dengan kebenaran, mereka berkata : Orang ini telah kafir, maka dia telah mempersekutukan Tuhannya. Oleh karenanya, para pemimpin-pemimpin itu adalah orang-orang musyrik (Asy-Syariah. 1/342).

2. Abu Umar Ibnu Abdil Barr berkata: “Telah tersesat sekelompok ahli bidah dari golongan khawarij dan Mutazilah dalam bab ini. Mereka berdalil dengan atsar-atsar ini dan yang semisalnya untuk mengkafirkan orang-orang yang berbuat dosa. Mereka berhujjah dengan ayat-ayat dalam al-Qur’an bukan secara dzohirnya, seperti firman Allah ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” QS.Al-Maidah:44, (At-Tamhid, 17/16).

3. Al-Jashshash berkata : ”Khawarij telah menakwilkan ayat ini untuk mengkafirkan orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, meski tanpa adanya pengingkaran” (Ahkamul Quran, 2/534).

4. Syaikhul Islam, Hujjatul ahlussunnah wal jama’ah, al-Imam al-Allamah Abu Muzhoffar as-Samani berkata : ”Ketahuilah, bahwa khawarij berdalil dengan ayat ini untuk mengatakan : Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia kafir. Tapi ahlus sunnah berkata : Dia tidak kafir dengan hanya meninggalkan hukum (Allah), (Tafsir Abi Muzhoffar As-Sam’ani, 2/42).

5. Al-Imam al-Qodhi Abu Ya’la berkata : ”khawarij berhyjjah dengan firman Allah ta’ala : ”Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS.Al-Maidah:44). Dzohirnya dalil mereka ini mengharuskan pengafiran para pemimpin yang dzolim, dan ini adalah pendapat khawarij. Padahal yang dimaksud oleh ayat ini adalah orang-orang yahudi”.(Masaaailil Iman, 340-341).

6. Abu Hayyan berkata : ”Khawarij berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan bahwa orang yang berbuat maksiat kepada Allah itu kafir. Mereka mengatakan : Ayat ini adalah nash untuk setiap orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, bahwa dia itu kafir. (Al-Bahrul Nuhith, 3/493).

7. Abdullah al-Qurthubi menukil perkataan al-Qusyairi : ”Mahzabnya khawarij adalah, barangsiapa yang mengambil uang suap dan berhukum dengan selain hukum Allah maka dia kafir.” (Al-Jami’li ahkamil Quran, 6/191).

Sungguh benar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa kelompok Khawarij ini akan senantiasa muncul hingga akhir zaman nanti. Dan tidak ada yang lebih membuktikan akan hal tersebut disaat ini terutama di Indonesia, melainkan munculnya buku yang berjudul: ”Kafir tanpa Sadar” yang ditulis oleh Syaikh Abdul Qadir bin Abdul Aziz, yang masih misterius identitasnya. Siapakah dia sebenarnya.?!

Penulis misterius ini mengatakan dalam (hal.16-19): ”Urgensi ini dapat kita pahami, jika kita pahami, jika kita memahami bahwa negeri-negeri yang diperintah berdasarkan undang-undang buatan manusia sebagaimana keadaan berbagai negeri kaum muslimin pada hari ini mempunyai dampak hukum yang sangat berbahaya, yang harus diketahui setiap muslim. Ini agar orang binasa, menjadi binasa karena ilmu; dan orang yang hidup, menjadi hidup karena ilmu. Diantara hukum-hukum tersebut ialah :

1. Sesungguhnya, para penguasa negeri-negeri tersebut kafir dengan kufur akbar, yang berarti keluar dari Islam.

2. Para hakim di negeri tersebut adalah kafir dengan kufur akbar, yang dengan demikian, haram hukumnya bekerja menjadi hakim. Dalil atas kafirnya para penguasa dan hakim tersebut diatas adalah firman Allah : ”Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah: 44]

3. Sesungguhnya, tidak boleh berhukum atau menyelesaikan perkara pada berbagai pengadilan di negeri-negeri itu, juga tidak boleh melaksanakan keputusan-keputusannya. Barangsiapa dengan sukarela, berhukum pada undang-undang mereka maka dia juga kafir.

4. Sesungguhnya, anggota lembaga perundang-undangan (dewan legislatif) di negeri-negeri itu, seperti parlemen, dewan perwakilan rakyat, dan yang serupa dengannya, mereka kafir kufur akbar. Sebab merekalah yang mengesahkan berlakunya undang-undang kafir ini, merekalah yang membuat undang-undang yang baru.

5. Sesungguhnya, orang-orang yang ikut memilih anggota parlemen itu, mereka kafir secara kufur akbar, sebab dengan memilih anggota parleman, mereka telah menjadikan angota parleman itu sebagai rabb-rabb yang membuat undang-undang selain Allh. Karena yang dijadikan dasar adalah hakikat sesuatu, bukan namanya. Dan semua orang yang mengajak atau memberi motivasi untuk mengikuti pemilihan itu pun kafir. Dalilnya atas kafirnya para wakil rakyat (anggota parlemen) adalah firman Allah : ”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang menyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?” [QS. Asy-Syuura: 21]…

6. Sesungguhnya, haram hukumnya membaiat para penguasa seperti itu….

7. Sesungguhnya, para tentara yang menjadi pembela negeri kafir tersebut adalah orang-orang kafir yang kufur akbar…

8. Sesungguhnya, tiada kewajiban bagi seorang muslim untuk mentaati para penguasa tersebut…

9. Sesungguhnya, negeri yang menggunakan undang-undang kafir adalah daru kufrin (negeri kafir)….

Sungguh kejam dan kejinya ucapan ini ! Mungkin tidak ada seorang muslim yang tersisa di muka bumi ini, melainkan dia saja. Mulai dari penguasa/presiden sampai kepada tentaranya, mungkin juga pak hansip tidak luput dari takfirnya ini.

Dan yang sangat disayangkan lagi, buku yang bernuansa dan berciri khas Khawarij yang kejam ini diberi kata penghantar dan rekomendasi oleh seorang ketua MMI Majelis Mujahidin Indonesia (saat buku ini diterbitkan), Ustadz Abu Bakar Ba’asyir semoga Allah memberinya hidayah.

Beliau mengatakan dalam kata pengantar ( hal. 8 ) : ”Oleh karena itu, saya sangat mendukung kalau kitab al-Jami’ kaya Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz itu diterjemahkan dan diterbitkan, terutama Bab Imam (mungkin yang benar Bab Iman) dan Kufur yang akan diterbitkan ini. Saya menganjurkan pada umat Islam, agar membaca buku ini dengan benar, terutama para pelajar dan mahasiswa, baik pesantren, madrasah dan sekolah umum, sehingga mereka memahami benar perbedaan antara iman dan kafur. Sebab ini merupakan persoalan yang sangat penting dan mendesak. Sehingga kami pun menjadikan buku ini sebagai kajian rutin di pondok”.

Ina lillahi wa inna ilaihi raji’un, buku yang penuh dengan bala’/bencana ini dijadikan kajian rutin di pondok?! Jadi apakah para santrinya nanti?! Pengibar bendera khawarij ataukah para takfiriyun (tukang vonis kafir)?!

Tidakkah pak Ustadz sadari, bahwa dengan merekomendasikan buku ini, justru menjadi boomerang bagi pa Ustadz sendiri. Bukankah pak Ustadz pernah berhukum atau menyelesaikan perkara pada pengadilan di negeri ini, yang tidak berhukum dengan hukum Allah?! Bukankah pak Ustadz ketika menjadi warga Indonesia, minimal pernah mematuhi peraturan negara atau membayar pajak negara, atau yang lainnya?! Berarti pak Ustadz menjalankan selain hukum Allah?! Bukankah semua ini berarti, mengkafirkan (diri sendiri) tanpa sadar?!

”Jika engkau tidak tau maka ini musibah. Dan apabila engkau sudah tahu maka musibahnya lebih parah”

Terlebih lagi diantara konsekwensi hal di atas dari sisi hukum hijrah, seperti yang dikatakan dalam (hal 24) : ”Orang beriman wajib berhijrah dari lingkungan orang-orang kafir dengan sekuat kemampuan yang dimiliki..”. Kenapa pak Ustadz tidak hijrah saja dari negeri ini, yang tidak berhukum dengan hukum Allah?! Bukankah negeri ini kafir dan dihuni oleh orang-orang kafir, menurut buku panduan pak Ustadz?!

”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. [QS. Ash-Shaf: 2-3]

Jika penulis berdalil dengan ayat 21 dari surat asy-Syuura, untuk mengjkafirkan orang-orang yang ikut memilih anggota parleman, dikarenakan mereka telah menjadikan anggota parlemen itu sebagai rabb-rabb yang membuat undang-undang selain Allah, seperti dalam point 5, maka selayaknya juga, dia mengkafirkan orang-orang yang berbuat bid’ah seperti orang-orang yang merayakan maulid Nabi, dzikir berjamaah, tahlilan, karena mereka juga menjadikan selain Allah sebagai sekutu-sekutu dalam membuat syariat.

Inti kesalahan dan kesesatan Khawarij serta yang lainnya adalah kekeliruan dalam memahami/menafsirkan ayat al-Quran. Imam Ibnu Abil Izzi mengatakan : ”Kejelekan/kekeliruan dalam memahami apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, merupakan sumber segala bentuk dalam agama Islam. Dan ini merupakan pangkal kesalahan dalam masalah ushul (prinsip) atau furu (cabang), terlebih lagi jika ditambah dengan adanya niat yang jelek. Wallahu al-Mustaan (Syarah Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, 2/580).

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 26, 2011 inci TAKFIR

 

BAHAYA FITNAH TAKFIR

Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi

Dunia Islam dan kaum muslimin dewasa ini cukup menyedihkan. Tuduhan demi tuduhan dilemparkan musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala, akibat ulah sebagian kelompok kaum muslimin. Musuh-musuh Islam terus mengintai negara dan masyarakat Islam; mengintai kapan kaum muslimin berbuat salah, kapan menjadi materialis dan kapan cinta dunia menguasainya.

Akhirnya, masa-masa yang ditunggupun tiba. Kaum muslimin hidup bergelimang dunia dan dosa. Kebodohan menjadi ciri mereka, menyebabkan keluar dan menyelisihi syariat. Tanpa sadar membuat kerusakan di bumi dan seisinya. Padahal sesuatu yang menyelisihi, pasti berbahaya; apalagi dalam permasalahan agama.

Kehinaan dan fitnah pun melanda kaum muslimin, sebagai konsekwensi akibat melanggar dan jauhnya mereka dari syariat RasulNya.

Allah berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih”. [An Nur:63].

Bermunculanlah penyakit dan fitnah dalam tubuh kaum muslimin. Membuat mereka bingung, sedih dan berpecah-belah. Semoga Allah mengembalikan dan mempersatukan kaum muslimin di atas ajaran agama Islam yang benar.

Diantara fitnah yang muncul dan sangat berbahaya dalam tubuh kaum muslimin, yaitu fitnah takfir. Takfir ialah vonis kafir terhadap orang lain yang menyimpang dari syari’at Islam. Fitnah ini berawal dari munculnya sekte Khawarij pada zaman Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Fitnah ini pernah mengguncang dunia Islam. Menumpahkan ribuan, bahkan jutaan darah kaum muslimin. Telah banyak harta dan jiwa yang dikorbankan kaum muslimin untuk meredam fitnah ini

Lihatlah, sejak pembunuhan khalifah dan menantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, disusul dengan terbunuhnya khalifah dan menantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, hingga pemberontakan mereka terhadap negara Islam Bani Umayyah dan Abbasiyah, serta negara-negara Islam hingga saat ini. Sehingga Dr. Ghalib bin Ali Al ‘Awajiy menyatakan,“Khawarij merupakan salah satu firqah besar yang melakukan revolusi berdarah dalam sejarah politik Islam. Mereka telah menyibukkan negara-negara Islam dalam waktu yang sangat panjang sekali.” [1]

Pertama kali muncul, mereka mencela sebaik-baiknya orang shalih waktu itu. Yaitu Khalifah Ali Radhiyallahu ‘anhu. Bukanlah satu hal aneh, karena tokoh pertama mereka yang bernama Dzul Khuwaishirah telah mencela sebaik-baiknya makhluk Allah, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dikisahkan dalam riwayat dibawah ini :

أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْسِمُ قِسْمًا أَتَاهُ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ فَقَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ قَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ائْذَنْ لِي فِيهِ فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَقَالَ دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ

“Sesungguhnya Abu Sa’id Al Khudri bercerita,”Ketika kami bersama Rasululluh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau membagi-bagikan sesuatu. Datanglah Dzul Khuwaishirah seorang yang berasal dari Bani Tamim kepada beliau, lalu berkata,’Wahai Rasulullah berbuat adillah!’ Lalu beliau menjawab,’Celaku kamu, siapakah yang berbuat adil, jika aku tidak berbuat adil? Engkau telah rugi dan celaka jika aku tidak adil’. Umar berkata,’Wahai Rasulullah izinkanlah aku memenggal lehernya’. Beliau menjawab,’Biarkan dia! Sesungguhnya dia memiliki pengikut. Salah seorang dari kalian akan meremehkan sholatnya dibanding sholat mereka dan puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an, tapi hanya ditenggorokan mereka saja. Mereka meninggalkan agama, sebagaimana anak panah keluar dari busurnya’.” [Mutafaqun alaihi].

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 3, 2011 inci TAKFIR

 

PERNYATAAN SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL UTSAIMIN RAHIMAHULLAH TENTANG TAKFIR

Pembaca,
Takfir, satu perkara yang sangat mendasar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita untuk tidak mudah menuduh kafir kepada saudaranya. Sebab, bila tuduhan kafir tersebut tidak benar, maka akan berbalik kepada yang menuduh. Berikut, kami sampaikan pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin tentang takfir.

Semoga dapat menambah pengetahuan dan pemahaman kita terhadap urgensi takfir. Disadur dari dua kitab Beliau rahimahullah, yaitu : Kitab Al Al Qaul Al Mufid ‘Ala Kitab At Tauhid dan Syarh Kasyfu Asy Syubuhat (Wa Yalihi Syarh Al Ushul As Sittah).
_______________________________________________________

ORANG-ORANG YANG BERHUKUM TIDAK DENGAN APA YANG DITURUNKAN ALLAH [1]
Tentang orang-orang yang berhukum tidak dengan hukum yang diturunkan Allah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan tiga penyebutan, yaitu :

1. Kafir, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam surat Al Ma’idah : 44, (Artinya: “Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang kafir”.)

2. Dhalim, Allah berfirman dalam surat Al Ma’idah : 45, (Artinya: “Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang dhalim”).

3. Fasik, Allah berfirman dalam surat Al Maidah : 47 (Artinya : “Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”).

Berkaitan dengan tiga ayat di atas, para ulama berbeda pendapat.

Pertama : Ada yang mengatakan, tiga penyebutan (sifat) pada tiga ayat tersebut ditujukan kepada satu pribadi. Sebab, orang kafir adalah juga orang yang dhalim, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang dhalim”.[Al Baqarah:254].

Orang kafir adalah juga orang fasik, berdasarkan firmanNya:

وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ

“Adapun orang-orang yang fasik, maka tempat kembali mereka adalah neraka” [As Sajdah:20].

Arti ‘fasaquu’ (orang-orang yang fasik dalam ayat ini) ialah orang-orang yang kafir.

Kedua : Adapula yang mengatakan, tiga penyebutan (sifat) tersebut diperuntukkan bagi tiga pribadi. Masing-masing sesuai dengan keadaan hukumnya, yaitu:
Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 3, 2011 inci TAKFIR

 

BENIH FIKRAH PENGKAFIRAN DALAM SEJARAH ISLAM

Oleh : Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili

Munculnya fenomena melemparkan vonis kafir terhadap seorang muslim muncul belakangan ini. Fenomena ini telah menimbulkan fitnah di tengah-tengah umat. Tak sedikit fitnah telah mengakibatkan perpecahan, saling tuding, dan menimbulkan kekacauan. Bagaimana fitnah ini berawal, padahal kaum Muslimin merupakan ummat yang satu?
Berikut kami paparkan pemikiran ini, yang diangkat dari kitab Dhawabith fit-Takfir, karya Syaikh Ibrahim bin Amir ar-Ruhaili, halaman 3-50. Diringkas oleh Ustadz Kholid Syamhudi.
_______________________________________________

Sungguh Allah telah mengutus Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan agama Islam ini dan menjelaskan serta membedakan iman dan kufur. Sehingga rujukan untuk memvonis kafir terhadap individu manusia, tidak lain dengan berlandaskan nash dari al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena hukum mengkafirkan seseorang, merupakan hak Allah dan Rasul-Nya. Seseorang tidak boleh berijtihad dengan akalnya atau menghukum dengan hawa nafsunya. Sebagaimana juga seseorang tidak boleh menentukan suatu amalan sebagai ketaatan dan kemaksiatan, atau halal dan haram tanpa dasar nash syari’at.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,”Masalah menentukan kewajiban, larangan, pahala dan siksa, takfir (vonis kafir atas orang lain) dan tafsiq (vonis fasiq atas seseorang), sumbernya adalah Allah dan Rasul-Nya. Tidak boleh seorang memiliki hukum dalam hal ini. Manusia hanya diwajibkan untuk mewajibkan yang telah diwajibkan Allah dan Rasul-Nya, dan mengharamkan yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya.”[1]

Demikianlah keadaan generasi pertama umat ini, mereka memahami dan mengamalkan Islam sesuai ajaran Rasul-Nya, sehingga menjadi umat terbaik dan generasi terbaik umat manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. [Ali ‘Imran/3:110].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku, kemudian yang menyusulnya, kemudian yang menyusulnya”. [Muttafaqun-‘alaihi].
Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 3, 2011 inci TAKFIR

 

Membantah Pemikiran Takfiri.

oleh Ust Muhammad Arifin bin Baderi

Al hamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad , keluarga, sahabat, dan orang-orang yang selalu mengikuti sunnahnya hingga hari qiyamat, amiin.

Amma ba’du:

Sangat mengejutkan, tatkala saya membaca tulisan seorang yang bernama : Aman Abdur Rahman Abu Sulaiman, yang berjudulkan.

“VONIS ULAMA-ULAMA AHLUS SUNNAH TERHADAP HUKUMAH PEMBABAT SYARI’AT, DAN FATWA-FATWA ULAMA AHLUS SUNNAH TENTANG PERBUATAN SYIRIK KARENA JAHIL”,

ia mengetengahkan dua permasalahan besar, sebagaimana tersurat dalam judul tulisannya. Tatkala saya mulai membaca satu demi satu tulisannya, rasa heran dan keterkejutan saya mulai sirna, ini dikarenakan beberapa hal :

Sebelum saya menyebutkan kesalahan-kesalahan yang ada dalam tulisan Aman Abdur Rahman, saya merasa perlu untuk menyebutkan beberapa hal berikut, agar jelas bagi pembaca perbedaan Aqidah Ahlus Sunnah dan Aqidah Khowarij yang sedang didakwahkan oleh Aman Abdur Rahman.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Oktober 28, 2010 inci TAKFIR

 

APAKAH NEGARA YANG TIDAK BERHUKUM DENGAN HUKUM ISLAM DISEBUTi NEGARA KAFIR ?

oleh Ust Badrussalam Lc

Gegabah dalam memvonis sebagai negara kafir seringkali membawa sikap yang merugikan islam, sehingga konskwensinya adalah munculnya pemberontakan dan huru hara, dan yang menjadi korban adalah rakyat jelata yang tak berdosa.

Ketahuilah saudaraku, berhukum dengan selain hukum islam adalah dosa besar yang mendatangkan kemurkaan Allah dan adzabnya, namun tidak setiap yang berhukum dengan hukum selain islam itu dikafirkan kecuali apabila disertai istihlal (meyakini bahwa Allah menghalalkan berhukum dengan selain hukum islam) atau juchud (mengingkari kewajiban berhukum dengan hukum Allah), atau ‘ienad (menentang disertai dengan sombong dan melecehkan).

Adapun apabila ia berhukum dengan selain hukum islam dalam keadaan ia meyakini haramnya perbuatan tersebut tidak dikafirkan sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul islam terdahulu,”Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan dosa disertai keyakinan bahwa Allah telah mengharamkannya dan meyakini bahwa ketundukan hanya kepada Allah dalam apa yang Dia haramkan dan mewajibkan untuk tunduk kepadanya, maka orang seperti ini tidak dihukumi kafir.”[1]

Dan ini adalah pendapat yang dipegang oleh para ulama islam dari zaman ke zaman kecuali kaum khawarij yang di zaman sekarang ini membawakan perkataan-perkataan para ulama yang bersifat global untuk membela pendapat mereka. Berikut ini saya bawakan sebagian perkataan para ulama islam.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Oktober 28, 2010 inci TAKFIR

 

BAHAYA GEGABAH DALAM KAFIR MENGKAFIRKAN

Oleh : Ustadz Badrussalam Lc

Orang yang mudah mengkafirkan kaum muslimin adalah orang yang sedikit wara’ dan agamanya, dangkal ilmu dan bashirahnya, karena mengkafirkan mempunyai konskwensi yang agung dan mengharuskan hukuman dan ancaman yang berat terhadap orang yang dikafirkan diantaranya adalah wajibnya mendapatkan laknat dan kemurkaan, dibatalkan seluruh amalnya, tidak diampuni dosanya, mendapatkan kehinaan dan kebinasaan, kekal dalam api Neraka selama-lamanya, disamping ia harus mencerai istri atau suaminya, berhak dibunuh, tidak mendapat warisan, haram dishalatkan jenazahnya, tidak boleh dikuburkan di pemakaman kaum muslimin dan hukum-hukum lainnya sebagaimana tertera dalam kitab-kitab fiqih.

Munculnya pemboman, teror, dan pembunuhan adalah hasil dari mengkafirkan, karena orang kafir menurut mereka halal darah dan hartanya, sehingga islam terkesan sebagai agama teroris yang tidak mengenal kasih sayang. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan bahaya mengkafirkan seorang muslim, beliau bersabda :

وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ.

“Dan melaknat seorang mukmin sama dengan membunuhnya, dan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran adalah sama dengan membunuhnya.” (HR Bukhari).

أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيْهِ : يَا كَافِرَ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ.

“Siapa saja yang berkata kepada saudaranya,” Hai Kafir”. Maka akan terkena salah satunya jika yang vonisnya itu benar, dan jika tidak maka akan kembali kepada (orang yang mengucapkan)nya.” (HR Bukari dan Muslim).

لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ.

“Tidaklah seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali kepadanya jika yang divonis tidak demikian.” (HR Bukhari).

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Oktober 28, 2010 inci TAKFIR

 

MEMBEDAH AKAR JARINGAN TERORIS AL-QAIDAH

Oleh: ust. Abdurrahman Thoyyib, Lc

Al-Qaidah dengan pemimpinnya Usamah bin Laden adalah sebuah nama yang tidak asing di dunia internasional. Ketenarannya sebagai dalang terorisme, peledakan, pembunuhan dan penculikan terutama di negara-negara Islam tidak diragukan lagi oleh kebanyakan orang. Meski demikian, masih ada segelintir orang jahil yang mendukung jaringan yang amat berbahaya bagi Islam dan kaum muslimin ini. Atau ada pula yang jahil atau pura-pura tidak tahu bahwa jaringan inilah yang merupakan otak di balik aksi terorisme dengan kedok jihad, terutama di negeri-negeri kaum muslimin .
Oleh karenanya, marilah kita simak bersama apa yang ditorehkan oleh pena seorang penuntut ilmu dari Yordania yang bernama Abu Abdillah Umar bin Abdul Hamid al-Bathusy hafidzahullah, yang dengan panjang lebar membedah akar jaringan teroris al-Qaidah dengan bukti-bukti yang nyata dan dalil-dalil yang akurat dalam karya ilmiahnya yang berjudul “Kasyfu al-Astaar ‘Amma Fii Tandziimi al-Qaidah Min Afkaari Wa Akhthaar” (Menyingkap tabir pemikiran dan bahaya jaringan al-Qaidah). Namun, karena keterbatasan halaman dalam majalah ini, maka kami pun berusaha untuk meringkas point-point penting di dalamnya dengan sedikit pengaturan redaksi yang insyaAllah tidak merubah makna dan maksud penulis .
Dan mudah-mudahan dengan taufiq-Nya dapat membuka mata hati manusia yang tertutup dan membungkam mulut-mulut berbisa yang terbiasa berdusta dan menuduh Dakwah Salafiyah atau dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu sebagai sebab aksi terorisme modern.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 20, 2010 inci TAKFIR

 

Siapa Sebenarnya Pembangkit Radikalisme & Terorisme Modern di Tengah Umat Islam ?

Oleh : Ustadz Muhammad Arifin Badri, MA

Dunia internasional secara umum dan negeri-negeri Islam secara khusus, telah digegerkan oleh ulah segelintir orang yang menamakan dirinya sebagai pejuang kebenaran. Dahulu, banyak umat Islam yang merasa simpatik dengan ulah mereka, karena sasaran mereka adalah orang-orang kafir, sebagaimana yang terjadi di gedung WTC pada 11 September 2001. Akan tetapi, suatu hal sangat mengejutkan, ternyata sasaran pengeboman dan serangan tidak terhenti sampai disitu. Sasaran terus berkembang, samapi akhirnya umat islam pun tidak luput darinya. Kasus yang paling aktual ialah yang menimpa Pangeran Muhammad bin Nayif Alus Sa’ud, Wakil Menteri Dalam Negeri Kerajaan Saudi Arabia.

Dahulu banyak kalangan yang menuduh bahwa pemerintah Saudi berada di belakang gerakan tidak manusiawi ini. Mereka menuduh bahwa paham yang diajarkan di Saudi Arabia telah memotivasi para pemuda Islam untuk bersikap bengis seperti ini. Akan tetapi, yang mengherankan, tudingan ini masih juga diarahkan ke Saudi, walaupun telah terbukti bahwa pemerintah Saudi termasuk yang paling sering menjadi korban ?

Melalui tulisan ini, saya mengajak saudara sekalian untuk menelusuri akar permasalahan sikap ekstrim dan bengis yang dilakukan oleh sebagian umat Islam ini. Benarkah ideologi ini bermuara dari Saudi Arabia?

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 23, 2010 inci TAKFIR

 

BERMULA DARI PENGKAFIRAN, AKHIRNYA PELEDAKAN

BAYAN HAI’AH KIBAR AL-ULAMA FI DZAMMI AL-GHULUWWI FI AT-TAKFIR [Penjelasan Lembaga Perkumpulan Ulama Besar Saudi Arabia Tentang Celaan Terhadap Sikap Ghuluw -ekstrim- Dalam Mengkafirkan Orang Lain]

Markaz Al-Imam Al-Albani Yordania
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Alhalabi Al-Atsari

Pengantar.
Takfir atau mengkafirkan orang lain tanpa bukti yang dibenarkan oleh syari’at merupakan sikap ekstrim, dan akan selalu memicu persoalan, yang ujung-ujungnya ialah tertumpahnya darah kaum muslimin secara semena-mena. Berawal dari takfir dan berakhir dengan tafjir (peledakan).

Makalah berikut ini diterjemahkan dari sebuah booklet yang dikeluarkan oleh Markaz Al-Imam Al-Albani, Yordania, tentang Bayan Hai’ah Kibar Al-Ulama Fi Dzammi Al-Ghuluwi Fi At-Takfir [Penjelasan Lembaga Perkumpulan Ulama Besar Saudi Arabia Tentang Celaan Terhadap Sikap Ghuluw -ekstrim- Dalam Mengkafirkan Orang Lain].

Lembaga ini diketahui oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Rahimahullah. Kemudian penjelasan Lembaga tersebut disajikan ulang dan diberi catatan oleh Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari. Selamat menyimak.

Berikut ini adalah sebuah penjelasan ilmiah yang akurat. Di dalamnya terdapat kupasan yang jeli dan teliti. Mengukuhkan masalah yang teramat penting, bermanfaat bagi sekalian umat dan dapat menolak fitnah yang gelap gulita.

(Atas dasar itu), saya memandang perlu dan penting untuk menyebar luaskannya, sebagai nasihat dan sebagai amanat. Hal itu disebabkan oleh dua alasan.

Pertama
Karena banyak orang yang tidak mengetahuinya dan tidak memahaminya. Sedangkan yang mengetahuinya, tidak mau menyebarluaskannya [1], dan enggan menunujukkannya -kecuali yang mendapat rahmat Allah-

Kedua.
(Juga) karena di dalam penjelasan itu terdapat (usaha telaah) untuk membongkar rahasia keadaan sebagian orang ghuluw yang ekstrim. Yaitu orang-orang yang karena kebodohannya telah membuat citra agama menjadi buruk, dan karena penyimpangannya telah merusak kaum muslimin secara umum.

Padahal Islam -alhamdulillah- jauh lebih tinggi dan lebih agung. Islam lebih memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kebenaran.

Hanya kepada Allah aku memohon, agar Dia menjadikan penjelasan [2] ini bermanfaat bagi orang-orang pada umumnya, maupun secara khusus bagi orang-orang tertentu. Dia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berfirman.

“Artinya : Takutlah kamu akan suatu fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu” [Al-Anfal : 25]

Akhir do’a kami ialah, Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin
Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Alhalabi Al-Atsari
Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Agustus 1, 2009 inci TAKFIR

 

KILAS BALIK PENCETUS TAKFIR

Oleh: Abu Abdirrahman bin Thoyyib

Berbicara mengenai terorisme dan pengeboman yang terjadi akhir-akhir ini di berbagai negara, khususnya Indonesia dan Saudi Arabia, tidak terlepas dari pembahasan masalah takfir/pengkafiran. Tidaklah mereka yang berani dan nekad serta tega membunuh kaum muslimin, entah dengan bom bunuh diri atau bom waktu dan yang lainnya, melainkan telah mengakar dalam hatinya pemikiran takfir. Mereka menganggap bahwa kaum muslimin sekarang ini tidak ada bedanya dengan orang-orang kafir (Yahudi maupun Nashoro). Maka dari itu mereka menghalalkan darah, harta dan kehormatan kaum muslimin.

Sejarah telah membuktikan akan hal ini. Tidaklah orang-orang Khowarij[1] menghalalkan darah Ali dan para sahabat yang lain g, melainkan dilatarbelakangi oleh keyakinan mereka, bahwa Ali dan para sahabat itu telah kafir. Oleh karena itu simak dengan seksama hal-hal berikut ini :

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 11, 2009 inci TAKFIR

 

MENGKAFIRKAN TANPA SADAR (1)

kafir-tanpa-sadar3MENGKAFIRKAN TANPA SADAR

Oleh : Abu Abdurrahman bin Thoyib As-Salafi

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang ciri-ciri Khawarij : “Akan muncul di akhir  zaman sekelompok orang  yang masih ingusan dan bodoh. Mereka membaca al-Qur’an, namun iman  mereka tidak sampai kepada kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama ini seperti keluarnya anak panah dari sasarannya. Dimana saja kalian bertemu mereka, maka bunuhlah mereka karena dalam pembunuhan tersebut ada pahala bagi orang yang membunuhnya pada hari kiamat”. [HR. Bukhari 6930]

Diantara ciri Khawarij juga, adalah apa yang disebutkan oleh para ulama, bahwa mereka sering membawakan sebuah ayat al-Qur’an dan ditafsirkan menurut hawa nafsu dan kebodohan mereka, ayat itu adalah “Barang siapa  yang  tidak memutuskan  menurut apa  yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah : 44]

Inilah ucapan para ulama tentang hal diatas :

1.      Imam al-Hafiz Abu Bakar Muhammad bin al-Husein al-Ajurri Radhiyallahu ‘anhum berkata : “Diantara syubhat Khawarij adalah firman Allah Azza wa Jalla : “Barang siapa  yang  tidak memutuskan  menurut apa  yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah : 44] Mereka membacanya bersama firman Allah : “..namun orang-orang yang kafir  mempersekutukan  (sesuatu)  dengan Tuhan mereka”.(QS. Al-An’am : 1). Apabila mereka melihat seorang penguasa  yang tidak berhukum dengan kebenaran, mereka berkata : Orang ini telah kafir, maka dia telah mempersekutukan Tuhannya. Oleh karenanya, para pemimpin-pemimpin itu adalah orang-orang musyrik (Asy-Syariah. 1/342).

2.      Abu Umar Ibnu Abdil Barr berkata: “Telah tersesat sekelompok ahli bidah dari golongan khawarij dan Mutazilah dalam bab ini. Mereka berdalil dengan atsar-atsar ini dan yang semisalnya untuk mengkafirkan orang-orang yang berbuat dosa. Mereka berhujjah dengan ayat-ayat dalam al-Qur’an bukan secara dzohirnya, seperti firman Allah ta’ala : ”Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” QS.Al-Maidah:44, (At-Tamhid, 17/16).

3.      Al-Jashshash berkata : ”Khawarij telah menakwilkan ayat ini  untuk mengkafirkan orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, meski tanpa adanya pengingkaran” (Ahkamul Quran, 2/534).

4.      Syaikhul Islam, Hujjatul ahlussunnah wal jama’ah, al-Imam al-Allamah Abu Muzhoffar as-Samani berkata : ”Ketahuilah, bahwa khawarij berdalil dengan ayat ini untuk mengatakan : Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka dia kafir. Tapi ahlus sunnah berkata : Dia tidak kafir dengan hanya meninggalkan hukum (Allah), (Tafsir Abi Muzhoffar As-Sam’ani, 2/42).

5.      Al-Imam al-Qodhi Abu Ya’la berkata : ”khawarij berhyjjah dengan firman Allah ta’ala : ”Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS.Al-Maidah:44). Dzohirnya dalil mereka ini mengharuskan pengafiran para pemimpin yang dzolim, dan ini adalah pendapat khawarij. Padahal yang dimaksud oleh ayat ini adalah orang-orang yahudi”.(Masaaailil Iman, 340-341).

6.      Abu Hayyan berkata : ”Khawarij berdalil dengan ayat ini untuk menyatakan bahwa orang yang berbuat maksiat kepada Allah itu kafir. Mereka mengatakan : Ayat ini adalah nash untuk setiap orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah, bahwa dia itu kafir. (Al-Bahrul Nuhith, 3/493).

7.      Abdullah al-Qurthubi menukil perkataan al-Qusyairi : ”Mahzabnya khawarij adalah, barangsiapa yang mengambil uang suap dan berhukum dengan selain hukum Allah maka dia kafir.” (Al-Jami’li ahkamil Quran, 6/191).

Sungguh benar apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bahwa kelompok Khawarij ini akan senantiasa muncul hingga akhir zaman nanti. Dan tidak ada yang lebih membuktikan akan hal tersebut disaat ini terutama di Indonesia, melainkan munculnya buku yang berjudul: ”Kafir tanpa Sadaryang ditulis oleh Syaikh Abdul Qadir bin  Abdul Aziz, yang masih misterius identitasnya. Siapakah dia sebenarnya.?!

Penulis misterius ini mengatakan dalam (hal.16-19): ”Urgensi ini dapat kita pahami, jika kita pahami, jika kita memahami bahwa negeri-negeri yang diperintah berdasarkan undang-undang buatan manusia sebagaimana keadaan berbagai negeri kaum muslimin pada hari ini mempunyai dampak hukum yang sangat berbahaya, yang harus diketahui setiap muslim. Ini agar orang binasa, menjadi binasa karena ilmu; dan orang yang hidup, menjadi hidup karena ilmu. Diantara hukum-hukum tersebut ialah :

1.        Sesungguhnya, para penguasa negeri-negeri tersebut kafir dengan kufur akbar, yang berarti keluar dari Islam.

2.        Para hakim di negeri tersebut adalah kafir dengan kufur akbar, yang dengan demikian, haram hukumnya bekerja menjadi hakim. Dalil atas kafirnya para penguasa dan hakim tersebut diatas adalah firman Allah : ”Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS. Al-Maidah: 44]

3.        Sesungguhnya, tidak boleh berhukum atau menyelesaikan perkara pada berbagai pengadilan di negeri-negeri itu, juga tidak boleh melaksanakan keputusan-keputusannya. Barangsiapa dengan sukarela, berhukum pada undang-undang mereka maka dia juga kafir.

4.        Sesungguhnya, anggota lembaga perundang-undangan (dewan legislatif) di negeri-negeri itu, seperti parlemen, dewan perwakilan rakyat, dan yang serupa dengannya, mereka kafir kufur akbar. Sebab merekalah yang mengesahkan berlakunya undang-undang kafir ini, merekalah yang membuat undang-undang yang baru.

5.        Sesungguhnya, orang-orang yang ikut memilih anggota parlemen itu, mereka kafir secara kufur akbar, sebab dengan memilih anggota parleman, mereka telah menjadikan angota parleman itu sebagai rabb-rabb yang membuat undang-undang selain Allh. Karena yang dijadikan dasar adalah hakikat sesuatu, bukan namanya. Dan semua orang yang mengajak atau memberi motivasi untuk mengikuti pemilihan itu pun kafir. Dalilnya atas kafirnya para wakil rakyat (anggota parlemen) adalah firman Allah : ”Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang menyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah ?” [QS. Asy-Syuura: 21]…

6.        Sesungguhnya, haram hukumnya membaiat para penguasa seperti itu….

7.        Sesungguhnya, para tentara yang menjadi pembela negeri kafir tersebut adalah orang-orang kafir yang kufur akbar…

8.        Sesungguhnya, tiada kewajiban bagi seorang muslim untuk mentaati para penguasa tersebut…

9.        Sesungguhnya, negeri yang menggunakan undang-undang kafir adalah daru kufrin (negeri kafir)….

Sungguh kejam dan kejinya ucapan ini ! Mungkin tidak ada seorang muslim yang tersisa di muka bumi ini, melainkan dia saja. Mulai dari penguasa/presiden sampai kepada tentaranya, mungkin juga pak hansip tidak luput dari takfirnya ini.

Dan yang sangat disayangkan lagi, buku yang bernuansa dan berciri khas Khawarij yang kejam ini diberi kata penghantar dan rekomendasi oleh seorang ketua MMI Majelis Mujahidin Indonesia (saat buku ini diterbitkan), Ustadz Abu Bakar Ba’asyir semoga Allah memberinya hidayah.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 23, 2009 inci KHOWARIJ, TAKFIR

 

ADANYA SEBAGIAN ORANG YANG BERSIKAP EKSTRIM DAN TIDAK MELETAKKAN PERMASALAHAN PADA TEMPATNYA

ADANYA SEBAGIAN ORANG YANG BERSIKAP EKSTRIM DAN TIDAK MELETAKKAN PERMASALAHAN PADA TEMPATNYA
Oleh
Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan.

Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Ghanim As-Sadlan ditanya : Bagaimanakah hukumnya
masyarakat yang didalamnya masih ditegakkan shalat dan syiar-syiar Islam
lainnya, namun tidak berhukum dengan hukum-hukum Allah sekalipun mayoritas
individunya menghendaki ditegakkannya hukum syar’i. Sebagai catatan,
penggunaan istilah jahiliyah terhadap masyarakat Islam tersebut dijadikan
sebagai alasan oleh sebagian orang untuk menjauhkan diri dari masyarakat dan
membangkang pemerintah, serta dijadikan sebagai alasan untuk menggunakan
kekerasan dan tindakan-tindakan lainnya sebagai konsekuensi vonis kafir yang
dijatuhkan, seperti penghalalan darah, harta dan kehormatan orang lain !

Jawaban.
Seorang insan hendaknya selalu memperhatikan dampak dari setiap ucapan dan
tindakannya terhadap orang lain. Jika istilah masyarakat jahiliyah yang
diucapkannya lebih dari sekedar julukan biasa dan bermaksud untuk
menjatuhkan vonis tertentu atas masyarakat tersebut yaitu vonis kafir dan
wajib keluar dan menjauhkan diri dari masyarakat tersebut, maka jelas tidak
benar dan merupakan maksud yang jelek. Dikhawatirkan amal pelakunya akan
terhapus jika yang ia maksudkan adalah seperti diatas.

Dia ingin menetapkan bahwa istilah jahiliyah ini sama dengan jatuhnya vonis
kafir. Sebagai konsekwensinya ia membangkang pemerintah dan berusaha
menjatuhkan, menyerang dan menekan penguasa. Saya tandaskan : “Cara seperti
ini bukanlah cara yang Islami, akan tetapi cara yang rusak yang disusupi
maksud dan i’tikad jelek. Hal itu kelihatan dari beberapa sisi :

Pertama : Oknum-oknum yang melakukan perbuatan seperti itu dan yang
menganggap masyarakat yang dijuluki sebagai masyarakat jahiliyah adalah
masyarakat kafir yang wajib menjauhkan diri darinya walau apapun akibatnya,
sangat jelas kelihatan bahwa mereka adalah :

Orang yang dikenal tidak punya hikmah, ilmu dan pengkajian tentang akibat
buruk tindakan mereka.

Orang-orang yang mengasingkan diri dari masyarakat yang mayoritas atau
bahkan seluruh penduduknya kaum muslimin. Sebenarnya tiada kuasa bagi mereka
untuk menindak pelanggaran yang terjadi. Setelah menarik diri dari
masyarakat merekapun menumpahkan darah kaum muslimin demi mewujudkan satu
tujuan, yaitu menekan pengusa.

Merekapun menghalalkan darah kaum muslimin yang masih loyal kepada penguasa
tersebut dan masih bekerja dalam jajaran pemerintahannya kendatipun mereka
adalah kaum muslimin yang taat menegakkan shalat !

Mengapa mereka menghalalkan darah kaum muslimin ? Jawab mereka karena
penguasa mereka tidak berhukum dengan hukum Allah dan memakai undang-undang
buatan manusia. Dan disebabkan pemerintah membiarkan khamar dan zina
terang-terangan tersebar di wilayah mereka.

Boleh jadi realita tersebut benar! Akan tetapi apakah penguasa itu yang
memerintahkannya ? Apakah ia memaksa rakyatnya berbuat demikian ? Dari sisi
lain, apa hasilnya membunuh dan menumpahkan darah kaum muslimin ? Padahal
dalam hadits disebutkan.

“Artinya : Binasanya dunia dan seluruh isinya lebih ringan ketimbang
tertumpahnya darah seorang muslim”

Orang-orang yang bertindak demikian tentunya tidak mempertimbangkan akibat
tersebut.

Sebagaimana yang sudah dimaklumi bersama, pembangkangan tidak menghasilkan
maslahat apapun. Kami menyarankan mereka supaya memperhatikan akibat
perbuatan mereka, mulai mereka melakukannya hingga detik ini. Bukankah hasil
yang dapat dilihat hanyalah kerusakan dan mudharat yang besar bagi umat dan
bagi mereka sendiri ? Jelaslah mereka tidak memiliki kekuatan dan kemampuan
yang seimbang dengan kekuatan yang mereka lawan !

Akibat perbuatan mereka, penguasa berubah memusuhi orang-orang shalih, para
da’i dan yayasan-yayasan Islamiyah yang tidak ada hubungannya dengan tindak
kekerasan tersebut.

Akan tetapi dalam hal ini penguasa tidak bisa mendeteksi dan membedakan niat
masing-masing orang, mana yang bersalah dan yang tidak.

Yang jelas, bagi siapa saja yang memperhatikan dengan seksama tentunya
mengetahui bahwa mudharat yang timbul akibat cara-cara seperti itu lebih
besar daripada maslahat yang diharapkan !

Dan juga salah satu dampak negatifnya adalah terganggunya aktifitas dakwah.
Pemerintah punya alasan untuk mengusir dan menekan para da’i disebabkan
perbuatan orang-orang pandir yang memerangi menteri dan militer atau aparat
pemerintah lainnya. Sehingga mereka menjadi bahan pembicaraan masyarakat dan
menjuluki mereka sebagai teroris. Secara tidak sengaja mereka telah
membangunkan musuh untuk melawan mereka. Dengan demikian musuh pun bebas
membuat perangkap dan makar untuk menumpas setiap kebaikan yang ada pada
mereka.

[Disalin dari kitab Muraja’att fi fiqhil waqi’ as-sunnah wal fikri ‘ala
dhauil kitabi wa sunnah, edisi Indonesia Koreksi Total Masalah Politik &
Pemikiran Dalam Perspektif Al-Qur’an & As-Sunnah, hal 24-38 Terbitan Darul
Haq, penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari]
Copy@IkhwanInteraktif.com – Dipublikasikan oleh : ibnuramadan.wordpress.com

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada November 20, 2008 inci TAKFIR

 

Kafir Tanpa Sadar Mengusung Pemahaman Khawarij

KAFIR TANPA SADAR MENGUSUNG PEMAHAMAN KHAWARIJ

Oleh
Abu Ahmad As-Salafi

Muqoddimah
Telah sampai kepada kami sebuah buku yang berjudul Kafir Tanpa Sadar oleh Abdul Qadir bin Abdul Aziz. Buku ini adalah salah satu dari buku-buku yang sangat dahsyat menghembuskan syubhat Khawarij dari awal hingga akhir. Yang sangat disayangkan bahwa buku-buku seperti ini sangat marak akhir-akhir ini, hal ini menunjukkan bahwa fitnah Takfir saat ini begitu deras menerpa.

Karena itulah maka insya Allah dalam pembahasan kali ini kami berusaha menyingkap syubhat-syubhat yang berada dalam buku tersebut sebagai nasehat kepada kaum muslimin dan pembelaan kepada manhaj yang haq.

PENULIS DAN PENERBIT BUKU INI
Judul asli buku ini adalah Al-Jami fil-Ilmi Asy-Syarif Al-Iman wa Al-Kufr, ditulis oleh Abdul Qadir bin Abdul Aziz, diterjemahkan oleh Abu Musa Ath-Thayyar, dan diterbitkan oleh Media Islamika Solo, cetakan pertama September 2006

MENGIKUTI KHAWARIJ DALAM MEMAHAMI AYAT HUKUM
Penulis berkata di dalam hlm. 212 : “Sesungguhnya kekafiran yang disebut di dalam ayat ini (ayat 44 dari Surat Al-Ma’idah) adalah kufur akbar. Ini karena diterangkan dengan kata-kata yang menggunakan alif dan lam ta’rif (al). Sebab, setiap kekafiran yang diungkapkan dengan isim ma’rifah maka maksudnya adalah kufur akbar, dan semua pendapat yang menguatkannya sebagai kufrun duna kufrin adalah pendapat yang salah ..”.

Sebelumnya pada hlm. 64 penulis berkata :”Pedoman umum : sesungguhnya, semua kata kafir yang diungkapkan dengan isim yang ber-alif ta’rif.. maksudnya adalah akbar ..”

Kami katakan : Perkataan penulis, “Setiap kekafiran yang diungkapkan dengan isim ma’rifah maka maksudnya adalah kufur akbar [1]”, berbenturan dengan sebagian atsar yang datang dari para sahabat yang di dalamnya menyifati sebagian dosa-dosa dengan lafadz kufur yang menggunakan alif dan lam ta’rif, bersamaan dengan itu dosa-dosa tersebut dianggap kufur ashghor [2] dengan kesepakatan para ulama ahli Sunnah, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari di dalam Shahihnya 5273 dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma yang di dalamnya istri Tsabit bin Qois berkata :

“Dan akan tetapi aku membenci kekufuran di dalam Islam’’

Dia maksudkan mengkufuri suami sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah di dalam Fathul bari 9/400

Demikian juga diriwayatkan oleh Nasa’i rahimahullah di dalam Sunan Kubro (118 Isyrotun Nisa) dan Abdurrazzaq di dalam Mushannaf : 20953 dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkomentar tentang mendatangi wanita di duburnya “ Itu adalah kekufuran’ dan sanadnya adalah kuat sebagaimana dijelaskan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah di dalam Talkhishul Habir 3/181.

Kedua atsar di atas lafadz kufur menggunakan alif dan lam ta’rif dalam keadaan maksudnya adalah kufur ashghor.

Kemudian tentang perkataan penulis, “Dan semua pendapat yang menguatkannya sebagai kufrun duna kufrin adalah pendapat yang salah….” Perlu diketahui bahwa yang berpendapat bahwa maksud ayat tersebut adalah para ulama Ahli Sunnah yang terdahulu dan belakangan, di antara mereka adalah Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma yang berkata : “Dia bukanlah kekufuran yang kalian katakan, sesungguhnya di adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam.

“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” [Al-Maidah : 44]

Ini adalah kufur duna kufrin (kufur asghor)” [Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadroknya 2/342 dan dia berkata : “Ini adalah hadits yang shohih sanadnya, dan disetujui oleh Dzahabi dalam Talkhis Mustadrok 2/342 dan Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Shahihah 6/113]

Pendapat Ibnu Abbas ini diikuti oleh para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah dari zaman tabi’in hingga zaman ini sebagaimana di dalam nukilan-nukilan di bawah ini.

[1]. Atho bin Abi Robbah rahimahullah seorang tabi’in menyebut ayat 44-46 dari surat Al-Maidah dan berkata : “Kufrun duna kufrin, fisqun duna fisqin, dan dhulmun duna dhulmin’’ [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsirnya 6/256 dan dishahihkan sanadnya oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Shahihah 6/114]

[2]. Thowus bin Kaisan rahimahullah salah seorang tabi’in menyebut ayat hukum dan berkata ; “Bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir rahimahullah dalam Tafsirnya 6/256 dan dishahihkan sanadnya oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Silsilah Shohihah 6/114]

[3]. Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah ditanya tentang maksud kufur dalam ayat hukum maka beliau berkata ; “Kekufuran yang tidak mengeluarkan dari keimanan”.[Majmu Fatawa 7/254]

[4]. Al-Imam Abu Ubaid Al-Qosim bin Salam membawakan tafsir Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma dan Atho bin Abi Robbah terhadap ayat hukum dan berkata : “Maka telah jelas bagi kita bahwa kekufuran dalam ayat ini tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, dan bahwasanya agama tetap eksis meskipun tercampur dengan dosa-dosa” [Kitabul Iman hlm. 45]

[5]. Al-Imam Bukhari rahimahullah berkata dalam Shohihnya 1/83 :”Bab Kufronil Asyir wa Kufrun duna Kufrin’. Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata : “Penulis (Al-Imam Bukhari) mengisyaratkan kepada atsar yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Kitabul Iman dari jalan Atho’ bin Abi Robbah dan yang lainnya” [Fathul Bari 1/83]

Perkataan semakna juga datang dari Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari, Al-Imam Baihaqi, Al-Imam Ibnu Abdil Barr, Al-Imam Qurthubi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, Syaikh Al-Albani rahimahullah, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah

Kalau begitu, pendapat siapakah yang diikuti oleh penulis di dalam pemahaman ayat ini?! Tidak lain adalah madzhab Khowarij sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah tatkala mengomentari perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma diatas “Dia bukanlah kekufuran yang kalian katakan” : “Seakan-akan beliau mengisyaratkan kepada orang-orang Khawarij yang memberontak kepda Khalifah Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu”. [Silsilah Shahihah 6/113]

Kemudian penulis berkata pada hlm. 216 : “Sesungguhnya ayat tersebut bersifat umum, mencakup semua orang yang tidak memutuskan hukum dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena, ayat tersebut menggunakan man syarthiyyah (barangsiapa atau siapa saja yang berfungsi sebagai syarat) yang merupakan bentuk kalimat paling umum..”

Kami katakan : Jika diambil keumuman ayat ini maka konsekwensinya adalah mengkafirkan kaum muslimin di dalam setiap kasus yang mereka tidak adil di dalamnya, termasuk seorang bapak terhadap anak-anaknya, bahkan seseorang terhadap dirinya sendiri jika dia maksiat kepada Rabbnya ; karena tatkala dia maksiat kepada Rabbnya maka saat itu dia tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Padahal banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan bahwa sekedar kemaksiatan tidaklah menjadikan pelakunya kafir seperti firman Allah.

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya” [Al-Hujurat : 9]

Maka nash-nash yang menunjukkan tidak kafirnya setiap pelaku kemaksiatan adalah yang memalingkan kufur akbar dalam ayat di atas kepada kufur ashghor, karena itulah maka para ulama sepakat tidak mengambil keumuman ayat ini, berbeda dengan orang-orang Khawarij yang memakai keumuman ayat ini di dalam mengkafirkan para pelaku dosa dan kemaksiatan tanpa melihat kepada dalil-dalil yang lain yang memalingkan ayat ini dari keumumannya.

Al-Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata : “Telah sesat sekelompok ahli bida’ dari Khawarij dan Mu’tazilah dalam bab ini, mereka berargumen dengan ayat-ayat di dalam Kitabullah yang tidak atas dhahirnya seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” [Al-Ma’idah : 44] [At-Tamhid 17/16]

Beliau juga berkata : “Para ulama sepakat bahwa kecurangan dalam menghukumi termasuk dosa-dosa besar bagi seorang yang sengaja melakukannya dalam keadaan mengetahui hukumnya ..’ [At-Tamhid 5/74-75]

KERANCUAN PENULIS DI DALAM MEMAHAMI DARUL KUFUR DAN DARUL ISLAM
Penulis berkata di dalam hlm. 20 : “Negeri yang menggunakan undang-undang kafir adalah darul kufri (negeri kafir). Jika sebelumnya negeri itu menggunakan hukum syari’ah, lalu berganti dengan undang-undang kafir, sedangkan penduduknya masih Islam maka negeri itu Daru Kufrin Thari (negeri kafir yang tidak asli)”.

Kami katakan ; Penulis mengikuti pemahaman Khowarij yang berpendapat bahwa setiap yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia kafir keluar dari Islam secara mutlak tanpa perincian, apakah dia mengingkari kewajiban berhukum dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala atau tidak, dan memahami secara rancu tentang hal yang menyebabkan suatu negeri dikatakan sebagai Darul Islam atau Darul Kufur

Yang benar bahwa suatu negeri dikatakan sebagai Darul Islam jika nampak syi’ar-syi’ar Islam dari penduduk negeri seperti shalat lima waktu, shalat jum’at, dan shalat Ied, sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil berikut ini.

[1]. Hadits Anas Radhiayallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata :
“Adalah Rasulullah hendak menyerang daerah musuh ketika terbit fajar, beliau menunggu suara adzan, jika belaiu mendengar adzan maka beliau menahan diri, dan jika tidak mendengar adzan maka beliau menyerang” [Muttafaq Alaih, Shahih Bukhari 610 dan Shahih Muslim 1365]

Al-Imam Nawawi rahimahullah berkata : “Hadits ini menunjukkan bahwa adzan menahan serangan kaum muslimin kepada penduduk negeri daerah tersebut, karena adzan tersebut merupakan dalil atas ke-islaman mereka” [Syarah Nawawi pada Shahih Muslim 4/84]

Al-Imam Qurthubi rahimahullah berkata : “Adzan adalah tanda yang membedakan antara Darul Islam dan Darul Kufur” [Al-Jami Liahkamil Qur’an 6/225]

Az-Zarqoni berkata : “Adzan adalah syi’ar Islam dan termasuk tanda yang membedakan antara Darul Islam dan Darul Kufur” [Syarah Az-Zarqoni atas Muwatho 1/215]

[2]. Hadits Isham Al-Muzanny bahwasanya dia berkata.
“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengutus suatu pasukan beliau bersabda :”Jika kalian melihat masjid atau mendengar adzan maka janganlah kalian membunuh seorangpun”.[Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 3/448, Abu Dawud dalam Sunannya 2635 dan Tirmidzi dalam Jaminya 1545 dan dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dho’if Sunan Abu Dawud hlm. 202]

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata :”Hadits ini menunjukkan bahwa sekedar keberadaan sebuah masjid di suatu negeri maka ini cukup menjadi dalil atas keislaman penduduknya, walaupun belum didengar adzan dari mereka, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pasukan-pasukan agar mencukupkan dengan salah satu dari dua hal : Adanya masjid atau mendengar Adzan” [Nailul Authar 7/287]

Berdasarkan uraian di atas maka jika didengar adzan di suatu negeri atau didapati suatu masjid, dan penduduknya muslim, maka negeri tersebut adalah Darul Islam, meskipun para penguasanya tidak menerapkan syari’at Islam, hal inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, beliau berkata : “Keberadaan suatu tempat sebagai negeri kafir atau negeri iman atau negeri orang-orang fasiq, bukanlah sifat yang tidak terpisah darinya, tetapi dia adalah sifat yang insidental sesuai dengan keadaan penduduknya, setiap jengkal bumi yang penduduknya orang-orang mukmin yang bertaqwa maka tempat tersebut adalah negeri para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala di saat itu, setiap jengkal tanah yang penduduknya selain yang kita sebutkan tadi, dan berubah dengan selain mereka, maka negeri itu adalah negeri mereka” [Majmu Fatawa 18/282]

Lalu kapankan suatu negeri Islam menjadi Darul Kufur? Yang rojih dari pendapat para ulama bahwa negeri Islam tidak berubah menjadi darul kufur dengan sekedar dominannya hukum-hukum kekafiran padanya, atau sekedar penguasaan orang-orang kafir padanya, selama para penduduknya masih mempertahankan ke-islaman mereka, bahwa selama mereka masih menegakkan sebagian dari syi’ar-syi’ar Islam khususnya sholat

Al-Kasani berkata : “Tidak ada khilaf di antara para sahabat kami (madzhab Hanafi) bahwasanya darul kufur berubah menjadi darul Islam, dengan nampaknya hukum-hukum Islam padanya, dan mereka berselisih dengan ada Darul Islam berubah menjadi Darul Kufur, Abu Hanifah rahimahullah berkata : Darul Islam tidak berubah menjadi Darul Kufur kecuali dengan tiga syarat : yang pertama dominannya hukum-hukum kafir padanya, yang kedua bersambungnya dengan Darul Kufur, yang ketiga tidak tersisa didalamnya seorang muslim dan seorang dzimmi yang merasa aman dengan jaminan keamanan dari kaum muslimin ..”[Bada’i Shonai 7/130]

Ad-Dasuqy berkata : “Sesungguhnya negeri Islam tidaklah berubah menjadi Darul Harbi (negeri kafir yang diperangi) sekedar dengan penguasaan orang-orang kafir atasnya, tetapi hingga terputus penegakan syi’ar-syi’ar Islam darinya, adapun selama tetap ditegakkan syi’ar-syi’ar Islam atau sebagian besar darinya, maka tidaklah dia berubah menjadi Darul Harbi” [Hasyiyah Dasuqy 2/189]

Merupakan kaidah dalam syari’at bahwa : Hukum asal sesuatu adalah dikembalikan pada asalnya. Tidak berubah hukum asal ini kecuali jika ada yang memindahkannya ke hukum yang lainnya dengan cara yang yakin.

Di antara contoh-contoh dalam hal ini adalah negeri Andalusia (Spanyol) yang berubah menjadi Darul Kufur sesudah kaum muslimin diusir darinya, dan sejak syi’ar-syi’ar Islam di situ dihukumi tidak ada.

Di antara contoh-contoh hal ini juga adalah negeri Islam yang para penguasanya tidak menerapkan hukum Islam bersamaan dengan itu para penduduknya menampakkan syi’ar-syi’ar Islam maka negeri itu adalah Darul Islam, karena tidak ada indikasi yang memindahkannya dari hukum asalnya. [Lihat Al-Ghuluw Fifd Din oleh Syaikh Abdurrahman bin Ma’la Al-Luwaihiq hlm 340].

PENULIS MENGHASUNG KEPADA PEMBERONTAKAN
Setelah membabi buta menyifati negeri-negeri Islam yang penguasanya tidak berhukum dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwasanya negeri-negeri itu adalah Darul Kufur, maka penulis menghasung para pembaca agar tidak taat kepada mereka, dia berkata di dalam hlm. 19 : “Tiada kewajiban bagi seorang muslim untuk menataati para penguasa tersebut. Demikian pula, tidak wajib baginya mematuhi undang-undang negeri tersebut. Akan tetapi dia bebas untuk melanggarnya, semau dia..”

Bahkan penulis menganggap bahwa memberontak kepada para penguasa tersebut adalah jihad sebagaimana dia katakan di dalam hlm. 30 :”Mereka memandang bahwa penguasa mereka yang kafir itu adalah orang Islam yang bertaqwa, dan mereka memandang orang-orang muslim yang berjihad sebagai Khawarij yang sesat…”

Tidak diragukan lagi bahwa penulis telah menyelisihi pokok yang agung dari syari’at Islam yaitu wajibnya taat kepada waliyul amr di dalam hal yang ma’ruf sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taati Rosul(Nya), dan ulil amri (penguasa) di antara kalian…” [An-Nisaa : 59]

Adapun dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka di antaranya adalah perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar selalu taat kepada waliyul amr, tidak membatalkan baiat, dan sabar atas kecurangan para penguasa

Dari Ubadah bin Shomit bahwasanya dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru kami, maka kami membaiatnya, di antara yang diambil atas kami bahwasanya kami berbaiat atas mendengar dan taat dalam keadaan yang lapang dan sempit, dalam keadaan sulit dan mudah, dan atas sikap egois atas kami, dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemiliknya beliau bersabda : “Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas dan nyata yang kalian punya bukti dihadapan Allah” [Shahih Muslim 1709]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : “Ini adalah perintah agar selalu taat walaupun ada sikap egois dari waliyul amr, yang ini merupakan kezholiman darinya, dan larangan dari merebut kekuasaan dari pemiliknya, yaitu larangan dari memberontak kepadanya, karena pemiliknya adalah para waliyul amr yang diperintahkan agar ditaati, dan mereka adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah”[Minhajus Sunnah 3/395]

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menukil ijma’ para ulama dalam masalah ini dari Ibnu Bathlam yang berkata : “Para fuqoha telah sepakat atas wajibnya taat kepada pemerintah yang menguasainya keadaan, wajibnya berjihad bersamanya, bahwasanya ketaatan kepadanya lebih baik daripada memberontak kepadanya, karena dengan ketaatan akan bisa menjaga tertumpahnya darah, dan menenangkan keadaan… mereka mengecualikan hal ini jika telah terjadi kekufuran yang jelas dari penguasa” [Fathul Bari 13/7]

MENUDUH PARA ULAMA SUNNAH SEBAGAI MURJI’AH
Buku ini dari awal hingga akhir sarat dengan tuduhan-tuduhan keji kepada para ulama Ahli Sunnah bahwa mereka adalah Murji’ah, seperti perkataan penulis hlm. 183-187 : “Beberapa ulama yang berpendapat ; tiada kekafiran kecuali dengan keyakinan : Syaikh Al-Albani… intinya pendapat Al-Albani adalah sama dengan pendapat ghulatul Murji’ah … pada kesempatan lain Al-Albani membatasi kekafiran pada ingkar (juhud)”

Penulis juga berkata di dalam hlm. 215 : “Ketahuilah bahwa kesalahan Al-Hudhaibi (di atas) telah dilakukan oleh mayoritas ulama zaman sekarang, yang dalam hal ini mereka taklid kepada Ibnu Abil Izz dan Ibnul Qayyim… Pendapat mereka ini tidak ada dasarnya, tidak ada pula dalilnya yang diterima…”

Kami katakan : Tuduhan Khawarij bahwa Ahlus Sunnah adalah Murji’ah bukan perkara baru, Al-Imam Ishaq bin Rahuwiyah berkata ; Suatu saat Abdullah bin Mubarok datang ke kota Ray maka berdiri menghampirinya seorang dari ahli ibadah –dugaan terkuat dia ini mengikuti pemikiran Khawarij- dia berkata kepada Abdullah bin Mubarok rahimahullah : “Wahai Abu Abdirrahman apa pendapatmu tentang orang yang berzina, mencuri, dan minum khamr?” Abdullah bin Mubarok berkata : “Aku tidak mengeluarkannya dari keimanan”. Orang tersebut berkata ; “Wahai Abu Abdirrahman dalam usia setua ini engkau menjadi Murji’ah?!, Abdullah bin Mubarok berkata : “Orang-orang Murji’ah tidak setuju dengan kami, mereka mengatakan : Amalan-amalan kami diterima dan dosa-dosa kami diampuni, dan seandainya aku tahu bahwa satu amalan baikku diterima maka aku akan mempersaksikan bahwa diriku di surga”. [Diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Utsman Ash-Shobuni dalam Aqidah Salaf Ashhabul Hadits hlm. 84 dengan sanad yang shohih]

Tentang tuduhan irja’ kepada Syaikh Al-Albani rahimahullah maka telah dibantah oleh para ulama Sunnah di antaranya Syaikh Dr Husain bin Abdul Aziz Alu Syaikh yang berkata : Yang kami yakini dan yang kami pertanggung jawabkan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala : Bahwasanya Syaikh Ali hafizhahullah dan gurunya –Syaikh Al-Albani rahimahullah paling jauh di antara manusia dari madzhab Murji’ah- sebagaimana telah kami katakan sebelumnya.

Demikian juga Syaikh Al-Albani jika ditanyakan kepadanya : “Apakah definisi Iman? “Tidak akan kita dapati dalam ucapannya perkataan Murji’ah yang mengatakan bahwa amalan tidak masuk dalam keimanan.

Bahkan nash-nash Syaikh Al-Albani rahimahullah menashkan bahwa definisi iman adalah : “Keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan, dan amalan dengan anggota tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan’ [Lihat Tanbihat Mutawaimah hlm 553-557]

PENUTUP
Inilah yang bisa kami sampaikan kepada para pembaca tentang jawaban-jawaban terhadap syubhat-syubhat buku ini, sebetulnya masih banyak hal-hal lain dari buku ini yang perlu dijelaskan, tetapi Insya Allah yang telah kami paparkan sudah bisa memberikan peringatan kepada kita tentang bahaya buku ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendengarkan nasehat dan mengikutinya. Amin

[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi 5 th. Ke 7 1428/2007 [Des 07-Jan 08], Diterbitkan Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu – Gresik, Jatim 61153]

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Mei 15, 2008 inci TAKFIR

 

SIAPAKAH YANG DINILAI SEBAGAI TAKFIRI ATAU KHARIJI?

Oleh
Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily.

Pertanyaan
Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Sebagian da’i menyatakan bahwa orang yang mengkafirkan Raja Fahd beserta para raja dan penguasa negara-negara Islam yang lainnya, tidak bisa dihukumi sebagai Takfiri (penganut pemahaman mudah mengkafirkan kaum muslimin,-pent) atau Khoriji (penganut akidah Khowarij,-pent). Maka siapakah yang bisa dinilai sebagai takfiri dan khariji?

Jawaban
Jika penjatuhan vonis kafir terhadap para penguasa, terlebih jika penguasa tersebut adalah Ahlus Sunnah, demikian juga anugerah Allah berupa para penguasa Kerajaan Saudi Arabia, sedangkan mereka adalah ahli dakwah kepada tauhid, dan dakwah kepada tauhid begitu berjaya di masa mereka, mereka menolong sunnah Rasulullah, mendirikan universitas-universitas, dan kami tidak belajar dan memahami agama kecuali dari universitas-universitas tersebut, yaitu sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh para penguasa tersebut, dan mayoritas dari kalian telah belajar disana. Kita semua juga mengetahui apa dasar dan manhaj universitas-universitas tersebut apakah metode belajar itu terpaksa dibuat oleh penguasa disana, atau memang merupakan ketetapan penguasa disana? Bahkan mereka yang memelihara metode tersebut, sampai-sampai Raja Fahd menjabat kepala Istimewa Universitas Islam, dan universitas tersebut memiliki hubungan langsung dengan Raja.

Inilah bukti betapa tingginya kedudukan universitas tersebut dihadapan para penguasa. Merekalah juga yang telah mencetak Al-Qur’an dengan cetakan yang tiada bandingnya sepanjang sejarah. Saya teringat ketika dahulu masih menjadi mahasiswa, dari waktu ke waktu sering diberitakan, bahwa cetakan Al-Qur’an dari Libanon atau yang lainnya didalamnya terdapat kesalahan, sehingga kita senantiasa bersusah payah untuk membenarkan kekeliruan tersebut, sampai muncul percetakan Al-Qur’an (Raja Fahd) yang mencetak Al-Qur’an dengan cetakan yang lux dan dikontrol oleh para ulama, bahkan setiap orang yang berhaji mendapatkan hadiah satu buah Al-Qur’an.

Negara Saudi juga memiliki kepedulian dan usaha yang besar dalam dakwah di Asia, Afrika dan Eropa, sehingga bermunculanlah pusat-pusat kajian Islam yang secara khusus berdakwah mengajak kepada agama Allah. Merekalah juga yang mencetak buku-buku sunnah dan membagikannya. Kalian sendiri telah menyaksikan, bagaimana seorang yang berhaji kemudian kembali dengan membawa buku-buku Ahlus Sunnah.

SubhaanAllah Yang Maha Agung, jika para pengikut Khawarij tersebut telah mengkafirkan para penguasa yang seperti ini, maka penguasa mana lagi yang tersisa (tidak mereka kafirkan?!), lebih para dari itu, muslim mana bisa selamat dari vonis mereka ini ?! Ini adalah musibah.

Jika yang divonis kafir itu adalah para penguasa muslim, da’i-da’i yang mengajak kepada sunnah dan tauhid [1], dan tidak ada yang berada di sekitar mereka melainkan Ahlus Sunnah atau simpatisannya, maka siapa lagi yang berhak digelari sebagai takfiriyiin (tukang-tukang mengkafirkan kaum muslimin, -pent)??!!

Tidak diragukan lagi, bahwa perilaku seperti itu adalah metode dan cara-cara Khawarij, bahkan inilah agamanya Khawarij. Kita tidak meridhoi apabila seorang muslimn dikafirkan, baik penguasa maupun rakyatnya, dan seandainya ada seorang muslim yang awam di ujung dunia, maka tidak boleh kita mengkafirkannya lantaran kesalahannya.

Adapun, jika ditemukan perbuatan maksiat, maka kita menamainya sebagai pelaku maksiat, yang ahlul bid’ah ya ahlul bid’ah, dan siapa saja yang terjerumus ke dalam kekufuran, melakukannya dan telah tegak atasnya hujjah, maka Ahlus Sunnah memiliki prinsip mengkafirkan siapa saja yang menurut dalil-dalil syariat telah kafir.

Akan tetapi perlu diingat, bahwa Ahlus Sunnah adalah manusia yang paling jauh dari sikap mudah mengkafirkan dan memutlakkan vonis kafir terhadap kaum muslimin. Ini sangat berbeda dengan perilaku kaum Khawarij dan takfiriyiin sekarang ini, berupa penjatuhan vonis kafir terhadap para penguasa muslim, tergesa-gesa dalam memberikan hukum kafir, tanpa bukti dan dalil, bahkan mereka mengkafirkan seorang (ulama) yang umat telah bersepakat atas kemuliaan dan keimanannya

Tidak diragukan lagi bagi para ulama yang mengetahui sunnah Rasulullah, bahwa mereka inilah orang-orang yang menyimpang dari Ahlus Sunnah, dan mereka diatas agama Khawarij [2].

[Soal-jawab dengan Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily, dosen Fakultas Ushuludin Universitas Islam Madinah, pada Daurah Syar’iyyah ke-6 di Kebun Teh Agro Wisata – Lawang]

[Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Vol. 5 No. 2 Edisi 26 – Muharram 1428H. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad As-Salafy Surabaya. Alamat Jl. Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya] © copyleft almanhaj.or.id

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Februari 12, 2008 inci TAKFIR

 

SIAPAKAH JAMA’AH TAKFIR WAL HIJRAH ?

Oleh
Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql

Jama’ah takfir wal hijrah merupakan bukti keberadaan Khawarij pada abad ini. Mereka menamakan diri Jama’atul Muslimin. Muncul di Mesir dan diprakarsai Syukri Musthafa, seroang mahasiswa fakultas pertanian di Asyuth (Universitas Asyuth).

Pemikiran-pemikiran Khawarij menghinggapi pikirannya setelah ia dihukum sekitar tahun 1385H. Dia banyak mendapatkan paham ini ketika berada di dalam penjara, hingga sekitar tahun 1391H. Akhirnya jama’ahnya bertambah besar dan pemikirannya kian berkembang. Sikap mereka sangat berlebih-lebihan, hingga tokoh-tokoh mereke terbunuh setelah mereka menculik Dr Muhamamd Hussain Adz-Dzahabi.

Saya tidak bermaksud menceritakan sejarah dan kejadiannya di sini. Hanya saja yang terpenting bagi kita perlu mengetahui dasar, ciri-ciri dan sikap mereka, serta sebab-sebab yang membuat mereka sebagai pengikut hawa nafsu (Khawarij). Kita memohon keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dasar pemikiran dan cirri-ciri Khawarij pada abad ini (jama’ah takfir wal hijrah) sebagai berikut.

Pertama : Mengkafirkan. Hal ini mencakup :
1. Mengkafirkan para pelaku dosa besar dan menganggap mereka keluar dari agama dan kekal selamanya di dalam neraka, sebagaimana pendapat Khawarij terdahulu.
2. Menganggap kafir siapa saja yang berbeda dengan mereka dari kalangan kaum muslimin (ulama atau lainnya), dan menjatuhkan vonis kafir ini secara mu’ayyan (terarah kepada person tertentu)
3. Mengkafirkan siapa saja yang keluar dari jama’ah mereka yang dahulu pernah bersama mereka, atau orang yang berbeda dengan dasar mereka.
4. Mengkafirkan masyarakat muslim (yang bukan dari mereka), dan menghukuminya sebagai masyarakat jahiliyah.
5. Menganggap kafir siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum Allah secara mutlak dan tanpa perincian.
6. Mengkafirkan siapa saja yang tidak mau hijrah kepada mereka dan orang yang tidak mau memboikot masyarakat dan yayasan-yayasan (organisasi-organisasi).
7. Mengangap kafir secara mutlak orang yang tidak mengkafirkan orang kafir menurut mereka.

Kedua : Kewajiban Hijrah dan Uzlah (menyendiri). Hal ini mencakup.
1. Meninggalkan masjid kaum muslimin dan tidak boleh shalat di dalamnya, walaupun harus meninggalkan shalat jum’at.
2. Tidak bergaul dengan masyarakat muslim yang ada di sekitarnya secara mutlak.
3. Tidak ikut belajar dan mengajar, serta mengharamkan masuk ke universitas-universitas dan sekolah-sekolah.
4. Tidak membolehkan menjadi pegawai negeri dan tidak boleh bekerja pada yayasan-yayasan umum, serta mengharamkan bekerja di lingkungan yang mereka sebut sebagai masyarakat jahiliyah, yaitu siapa saja yang bukan dari golongan mereka.

Ketiga : Mengajak umat agar buta huruf dan memerangi pendidikan.
Hal ini mereka serukan, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau merupakan orang-orang yang buta huruf, kecuali sebagian kecil saja. Mereka beranggapan, tidak mungkin seseorang menggabungkan antara mencari ilmu dunia dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti ; shalat, puasa, haji, do’a, dzikir, membaca Al-Qur’an, berjihad dan berdakwah. Menurut mereka, seorang muslim bisa mengetahui ilmu agama sekedar apa yang ia butuhkan, dengan hanya mendengarkan langsung tanpa harus belajar tulis baca terlebih dahulu, dan berbagai bentuk syubhat lainnya.

Keempat : Sikap diam dan klarifikasi (Kaidah Tabayyun)
Yang mereka maksudkan dalam hal ini, yakni sama dengan maskud pendahulu mereka, yaitu Khawarij terdahulu. Yaitu tawaqquf (tidak menilai) terhadap seseorang yang masih belum jelas statusnya, apakah dari kelompok mereka atau bukan. Mereka tidak menghukuminya kafir dan tidak mengatakan ia muslim, kecuali setelah jelas jika ia dari kelompok mereka dan telah memba’iat imam mereka. Setelah itu, barulah seseorang tesebut menjadi seorang muslim. Bila tidak, maka ia kafir.

Kelima : Mereka mengatakan, tokoh mereka (yaitu Syukri Musthafa) sebagai imam mahdi yang muncul pada akhir zaman, dan Allah akan memenangkan agama ini dengannya, dari agama lain di muka bumi.

Keenam : Mereka memiliki anggapan, jama’ah mereka merupakan jama’ah kaum muslimin, jama’ah akhir zaman yang akan membunuh Dajjal. Dan menurut mereka, waktu munculnya Dajjal serta turunnya Isa Alaihis Sallam sudah dekat.

Ketujuh : Mereka mengatakan, bahwa kewajiban syariat bisa saling berbenturan.
Maksud mereka dari anggapan ini, yaitu dibolehkan meninggalkan sebagian kewajiban kewajban ketika ada hal yang lebih besar yang tidak bisa kita lakukan, kecuali dengan meninggalkan syari’at tersebut. Mereka meninggalkan shalat Jum’at, karena menganggap mereka dalam masa lemah, padahal syarat Jum’at ialah bila telah adanya kekuasaan. Sebagian kalangan mereka membolehkan mencukur jenggot, dengan dalih jenggot akan mempersempit ruang gerak dan bahaya bagi mereka.

Kedelapan : Dasar-dasar dan cirri-ciri bid’ah lainnya, seperti :
1. Pendapat tentang adanya fase hukum. Yaitu ; mereka dibolehkan meninggalkan sebahagian syari’at (shalat Jum’at dan shalat Id), serta boleh melakukan sebahagian yang diharamkan, seperti ; menikah dengan wanita kafir, mencukur jenggot dan memakan sembelihan orang kafir, karena mereka berada dalam fase lemah, sebagaimana pada masa dakwah Nabi di Mekkah
2. membuat dasar syari’at baru yang berbeda dengan manhaj Salaf. Mereka menolak ijma, melarang taklid dan ittiba (mencontoh) secara mutlak, sehingga mereka mewajibkan semua manusia untuk berijtihad.
3. Mereka tidak berpedoman kepada pemahaman para sahabat, ulama dan para imam dalam memahami Al-Qur’an dan hadits.
4. Mereka tidak mengakui khilafah Islamiyah setelah abad keempat, dan menganggap kafir abad-abad sesudah itu.
5. Mereka bersikap keras dan kasar dalam bergaul
6. Mereka merasa berilmu, sombong dan merasa lebih istimewa dari kaum muslimin yang lain.
7. Mereka menghalalkan darah dan menculik orang yang berbeda dengan mereka, bagi yang pernah bersama dengan mereka, dan menyebutnya sebagai orang murtad atau sebutan lainnya dari kalangan kaum muslimin. Aksi yang pernah mereka lakukan, yaitu menculik dan membunuh Syaikh Dr. Muhammad Hussain Adz-Dzahabi, menculik sebagian orang yang telah keluar dari jama’ah mereka dan menghabisinya, persis seperti perbuatan kaum Khawarij. Kita memohon keafi’atan dan keselamatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
8. Di kalangan mereka cepat terjadi perpecahan, permusuhan dan saling memakan di antara mereka sendiri.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XI/1428H/2007. (Bagian dari artikel Kafirkah Orang Yang Tidak Mengkafirkan Orang Kafir?). Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] copyleft almanhaj.or.id

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Desember 10, 2007 inci TAKFIR